Pernahkah merasa jumlah uang kecil di dompet semakin
berkurang dalam beberapa periode terakhir? Perasaan itu muncul seperti pada
saat ingin membayar parkir dan dengan terpaksa harus mengeluarkan uang pecahan
besar. Mungkin sebagian yang lain belum merasakan hal yang sama. Tapi tidak
dapat dipungkiri bahwa kita menjadi semakin sering menggunakan uang dalam
bentuk nontunai. Mulai dari transportasi online,
transportasi massal, belanja di minimarket, hingga memesan makanan.
Transportasi online
memang tidak hanya memudahkan kemana-mana namun juga bisa menjadi jasa kurir
yang instan mengantarkan apa pun yang kita inginkan. Pada awal kemunculannya
memang masih memanfaatkan penggunaan uang tunai. Akan tetapi saat ini semuanya
sudah menyediakan pilihan pembayaran secara nontunai, yang ternyata lebih
favorit dibandingkan tunai. Bahkan transportasi taksi konvensional pun sudah
berubah dengan menyediakan aplikasi pemesanan secara online dan menyediakan pembayaran secara nontunai layaknya
perusahaan transportasi online.
Masyarakat
Menginginkan Transaksi yang Efisien
Dalam beberapa kajian, termasuk yang dilakukan kantor
perwakilan Bank Indonesia dalam negeri, uang pecahan kecil terutama uang logam
cenderung tidak diminati untuk disimpan di dalam dompet karena
ketidakpraktisannya. Bagi pedagang, tentu uang logam sangat diperlukan untuk
kembalian, tapi sekarang sudah banyak yang lebih baik memberikan kembalian
lebih daripada harus memiliki banyak stok uang logam. Mungkin mereka sudah
memperhitungkan marjin dari setiap barang yang mereka perdagangkan. Bagi
masyarakat bukan pedagang, banyak yang meletakkan uang logam di rumah saja
tanpa dipergunakan kembali. Hingga menumpuk tanpa tahu kapan akan dipergunakan
kembali. Beberapa yang iseng menjadikan kumpulan logam agar viral di dunia maya
dengan membelanjakan barang bernilai besar dengan uang logam seperti membeli kendaraan
bermotor.
Keengganan menyimpang uang logam yang nilainya masih dipakai
saat ini jelas menjadi dorongan untuk melakukan segala transaksi secara
nontunai. Karena dengan non tunai, kembalian tidak lagi diperlukan. Setiap
transaksi pun akan dilakukan secara exactly
sesuai harga barang bahkan hingga satuan Rupiah terkecil yang tidak terakomodir
oleh uang logam. Hal ini pulalah yang disadari oleh para inovator di Indonesia
maupun luar negeri untuk memudahkan setiap aktivitas manusia melalui transaksi
yang dilakukan secara nontunai. Para creator
startup tidak hanya berlomba-lomba
membuat fitur yang menarik di aplikasinya. Namun, juga menyediakan fasilitas
transaksi secara nontunai baik itu yang mereka buat sendiri maupun memanfaatkan
inovator lain yang secara khusus membuat dompet bagi uang untuk ditransaksikan
secara digital.
Fasilitas nontunai tersebut berkembang semakin pesat hingga
aplikasinya dapat digunakan dalam berbagai transaksi ritel sehari-hari. Ketika
kita berbelanja secara fisik di mall pun, dapat menggunakan dompet digital
tersebut meski tidak sedang transaksi barang atau jasa secara online. Sistem yang paling banyak
digunakan oleh pengembang aplikasi transaksi uang secara elektronik yaitu
menggunakan nomor ponsel dan QR Code.
Kalau sistem menggunakan nomor ponsel sangat mudah dimengerti di era digital
saat ini. Token dari mobile banking sudah
banyak yang menggunakan nomor ponsel sebagai otorisasi setiap transaksi.
Lalu bagaimana dengan QR
Code? QR Code sendiri merupakan singkatan dari “Quick
Response Code” berupa kode matriks dua dimensi, dimana isi kode dapat
diuraikan dengan cepat dan tepat sesuai dengan namanya. Awalnya, QR Code dikembangkan oleh Denso Wave,
sebuah perusahaan Jepang yang dipublikasikan pada tahun 1994. Dibandingkan
dengan barcode biasa, QR Code lebih mudah dibaca oleh pemindai
dan mampu menyimpan data baik secara horizontal maupun vertikal.
Di saat perkembangan teknologi semakin pesat, Bank Indonesia
sudah menyadari bahwa semakin lama nilai ekonomi yang akan ditimbulkan dari
teknologi tersebut akan semakin besar. Bahkan tidak hanya sekedar dari sisi
nilai tambah dari sektor yang tersentuh dari teknologi, tetapi dari sisi
transaksi keuangan yang memanfaatkan teknologi terkini sudah dipantau oleh Bank
Indonesia. Sebagai otoritas sistem pembayaran di Indonesia, Bank Indonesia
tidak bisa hanya memikirkan sisi teknologi atau aplikasi saja. Hal ini
dikarenakan “sistem” dalam sistem pembayaran mencakup segala aspek mengenai
uang Rupiah yang ada di Indonesia. Jadi, ketika ada sistem baru yang muncul di
Indonesia dan menyentuh transaksi keuangan, Bank Indonesia akan menginvestigasi
sistem tersebut dari hulu ke hilirnya.
Bank Indonesia
Mengupayakan Standardisasi Transaksi Digital
Dengan semakin ramainya ekonomi digital di Indonesia, Bank
Indonesia pun memiliki 5 visi Sistem Pembayaran Indonesia yang ditargetkan dicapai
pada tahun 2025. Secara singkat kelima visi itu adalah sebagai berikut: (1) mendukung
integrasi ekonomi-keuangan digital nasional, (2) mendukung digitalisasi
perbankan, (3) menjamin interlink
antara teknologi finansial dengan perbankan, (4) menjamin keseimbangan antara
inovasi dengan consumers protection,
integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat, dan (5) menjamin
kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara.
Dari visi tersebut Bank Indonesia membangun standar baru
bagi sistem pembayaran digital dengan memanfaatkan teknologi QR Code yang dinamakan
QRIS (QR Code Indonesia Standard). Kenapa sih Bank Indonesia harus repot-repot
bikin standar baru? Jelas secara regulasi QRIS akan sangat mendukung bagi visi
sistem pembayaran Indonesia tahun 2025. Tidak hanya dari sekedar tulisan visi
yang dicanangkan semata, QRIS nantinya akan terasa manfaatnya di masyarakat
baik dari sisi produsen, pedagang, maupun konsumen. Hal ini dikarenakan QRIS
akan menyatukan QR Code dari berbagai penyedia jasa transaksi digital sehingga
setiap merchant hanya menyediakan
satu QR Code yaitu QRIS. Secara tidak langsung, QRIS akan menjadi channel baru dalam setiap transaksi di
Indonesia, menemani transaksi tunai dan EDC yang umum melayani transaksi ritel.
Tidak hanya itu, dengan slogan UNGGUL (Universal, GampanG, Untung, Langsung), standardisasi
sistem pembayaran di dalam QRIS membuat masyarakat merasa lebih aman
menggunakan teknologi digital tersebut karena dibuat oleh otoritas yang
dipercaya masyarakat.
Jadi, QRIS yang akan diimplementasikan pada 1 Januari 2020,
menjadi solusi yang tepat bagi masyarakat Indonesia yang sangat intens
menggunakan uang secara digital. Selain itu, dengan sistem QR Code yang
digunakan, transaksi pembayaran pun menjadi lebih cepat. Keluhan-keluhan yang
terjadi pada aplikasi transaksi digital diharapkan semakin minim karena
dibangun dalam platform yang sama.
Transaksi non tunai pun menjadi tidak hanya sekedar cashless tapi juga sudah menjadi cardless dengan QRIS. Hanya dibutuhkan smartphone dan jaringan internet untuk menjalani transaksi keuangan
kita sehari-hari. Tentunya dukungan infrastruktur “Tol Langit” Palapa Ring akan
membuat transaksi digital tidak hanya dinikmati masyarakat di kota besar tapi
juga di seluruh pelosok wilayah Indonesia.
0 comments :
Post a Comment