Persaingan

Leave a Comment
Beberapa waktu yang lalu gue 'mampir' ke Budapest, salah satu kota di wilayah Eropa Timur. Bagi yang belum tau, kota itu berada di negara Hungaria, tidak terlalu terkenal. Ketika menghadapi sesuatu yang baru, terkadang gue suka memperhatikan hal yang gue sendiri gak tau kenapa gue mikir ke arah sana. Sebelum berangkat, gue banyak cari tahu supaya gampang berada di sana dan pandangan mengenai negara-negara Eropa pun muncul di benak gue. Pandangan dimana Eropa merupakan benua yang jauh lebih maju dibanding negara Asia maupun Afrika. Padahal harusnya gue tidak meng-general-kan hal tersebut karena tidak semua negara Eropa sama semua termasuk Hungaria. Awal landing di bandara internasionalnya, gue seperti membayangkan bahwa negara Hungaria tidaklah berbeda dengan Indonesia, negara berkembang yang tidak banyak industri besar yang mendunia. Impresi pertama tersebut terkonfirmasi ketika gue hidup selama di sana, bahkan terlihat tidak lebih baik industrinya dibanding Indonesia. Beberapa produk sehari-hari yang biasa kita pakai dan diproduksi di Indonesia, mereka harus impor dari luar. Tapi meski begitu, ternyata Budapest punya 'kualitas' hidup yang hampir setara dengan negara Eropa yang maju. Tata kota rapi, transportasi publik yang sangat baik, tempat pejalan kaki yang nyaman, kualitas produk yang dijaga, dan lain sebagainya.

Pemikiran gue yang muncul berikutnya, kenapa 'kualitas' hidup yang gue alami di Budapest tidak terjadi di Indonesia? Padahal Indonesia punya resources yang jauh lebih oke. Hal ini memunculkan kembali pandangan gue bahwa sesungguhnya Indonesia (dan mungkin beberapa negara tropis lain) harusnya menjadi negara adi daya di dunia. Namun, saking banyak yang iri terhadap Indonesia, banyak yang tidak ingin Indonesia menjadi negara maju. Modal yang dimiliki seluruh negara adalah sumber daya manusia. Jika manusia dapat mengelola dan atau mempengaruhi suatu negara maka negara tersebut dapat berubah sesuai keinginan mereka, seperti yang disebutkan dalam kitab Al-Quran. Artinya punya resources yang memadai atau tidak, suatu negara akan tergantung dari manusianya. Kalau manusianya ingin maju, maka negara tersebut menjadi maju.

Ini cuma pendapat pribadi ya, jangan sampai disalahartikan atau semuanya dianggap benar. Ketika gue membandingkan Hungaria dengan Indonesia, gue teringat dengan bagaimana Indonesia merayakan peringatan kemerdekaannya. Di Indonesia terdapat lomba-lomba yang terjadi pada saat peringatan HUT RI mulai di desa-desa, provinsi, hingga di kantor-kantor semua dilakukan lomba seperti lomba makan kerupuk, sendok kelereng, panjat pinang, atau lomba olahraga. Nah, gue baru ngeh kalau gue tidak pernah mendengar atau membaca bahwa negara lain juga ada lomba-lomba pada saat perayaan kemerdekaannya. Gue hanya mendengar biasanya dilakukan semacam parade yang menampilkan baju khas wilayah di negara tersebut dimana di Indonesia ini jarang dilakukan. Hal ini terkonfirmasi di link ini https://mamikos.com/info/hari-kemerdekaan-berbagai-negara-di-dunia/ bahwa kebanyakan (bahkan hampir semua) perayaan dilakukan dengan parade ditambahkan pesta kembang api pada beberapa negara.

Mungkin Indonesia terlena dengan resourcesnya yang mudah diperoleh sehingga terkadang sangat mudah dipengaruhi oleh manusia dari negara lain. Jadi gue berpandangan bahwa dulu yang Belanda lakukan terhadap Indonesia melalui devide et impera, itu masih terjadi dan mendarah-daging hampir ke seluruh elemen manusia Indonesia. Devide et impera masih ada hingga saat ini tapi mungkin kita gak sadar. Coba kita ingat-ingat kembali perjalan hidup kita, rasanya penuh dengan persaingan bukan? Kita selalu dikompori untuk selalu menjadi yang terbaik di antara 'teman-teman' kita. Ya salah satunya perlombaan perayaan kemerdekaan itu. Kita pasti merasakan gimana ingin menjadi juara di setiap perlombaan itu dengan iming-iming hadiahnya, tapi kita lupa bahwa yang kita kalahkan itu teman kita sendiri. Mungkin ada yang ingat bahwa terkadang muncul perkelahian atau minimal adu mulut saat perlombaan terjadi. Tidakkah itu devide et impera? Atau bisa seperti auto devide et impera.

Manusia di dunia harusnya sih memiliki sifat alami yang sama. Bersikap curang pun bisa dilakukan siapa saja termasuk manusia di negara maju. Korupsi pun banyak muncul di Indonesia, karena manusia Indonesia berlomba-lomba menjadi yang terbaik dan mungkin sudah terbiasa 'curang' dengan berharap kecurangan tidak ketahuan. Biasanya kalau ketahuan curang paling ditegur habis itu sudah. Korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan hasil persaingan antar manusia di Indonesia. Di luar negeri sana manusianya sama saja, basic keinginan berbuat curangnya juga ada koq. Hanya biasanya berbuat curangnya tidak dengan bangsa sendiri. Mereka tidak terbiasa bersaing dengan bangsanya sendiri. Tapi mungkin pernyataan itu masih sulit gue buktikan atau hanya berdasarkan pengamatan tidak berdasar saja. Dalam beberapa kasus, beberapa bangsa yang memiliki pemikiran maju (meski negaranya belum tentu maju) tidak memiliki rasa bersaing yang tinggi kepada setiap manusia di muka bumi tanpa memandang bangsa dan negara.

Selain perlombaan dalam perayaan kemerdekaan, contoh lain dalam hal menempuh studi. Di Indonesia, peringkat di kelas atau berapa nilai IPK menjadi perhatian utama. Sementara di negara dengan manusia berpikiran maju, memikirkan bagaimana anak sekolah mengerti akan pelajaran di kelas dan memanfaatkannya di luar kelas. Yang sudah mengalami sekolah di negara yang seperti itu pasti merasakan perbedaan itu. Manusia Eropa atau Australia cenderung tidak memiliki nilai yang tertinggi tapi kita tahu bahwa mereka mengerti akan pelajaran yang diberikan. Sementara manusia Asia (rata-rata negara yang pernah dijajah) seperti India, Tiongkok, termasuk Indonesia, berusaha mati-matian mendapat nilai terbaik bagaimana pun caranya termasuk dengan cara curang. Untungnya jika sekolah di negara maju, kecurangan benar-benar tidak ditoleransi.

Konteks, manfaat, efektif dan efisien menjadi beberapa hal positif yang menjadi perhatian utama manusia yang berpikiran maju. Mereka ini tidak akan pernah berpikir untuk mengejar menjadi yang terbaik. Pemikirannya adalah akan percuma menjadi yang terbaik tapi tidak memiliki manfaat yang signifikan. Mereka pun sadar buat apa saling mengejar menjadi yang terbaik tapi tidak memperoleh hasil yang diinginkan. Di saat mereka terus produktif untuk menghasilkan sesuatu, di sisi lain ada yang sibuk mencari cara untuk mengalahkan orang lain padahal mereka membuang waktu untuk hal tersebut. So, masihkah kita harus bersaing dengan bangsa kita sendiri?

*maaf jika tulisan ini aneh






0 comments :

Post a Comment