Rumput Hijau Indonesia

Leave a Comment
Ada pepatah yang mengatakan rumput tetangga lebih hijau. Tapi mungkin banyak yang tidak sadar bahwa tetangga itu adalah kita sendiri yaitu Indonesia. Indonesia memang ‘hijau’ dalam berbagai hal. Banyak yang menginginkan negaranya seperti Indonesia. Indonesia punya kekayaan alam yang berlimpah dimana setiap manusia yang hidup di bumi membutuhkannya untuk hidup. Berbagai tanaman tumbuh di tanah Indonesia sehingga menopang kebutuhan pangan. Banyak beragam spesies fauna yang hidup di bumi nusantara dimana beberapa dari fauna tersebut menjadi sumber protein di piring kita. Atau keindahan alam yang unik yang menjadi sumber penghasilan bagi fotografer. Belum lagi ragamnya adat dan budaya yang tidak dimiliki di belahan dunia lain.

Dengan keragaman tersebut banyak sekali keunikan dari Indonesia yang setiap manusia akan kagum pada saat pertama kali melihatnya. Contohnya saja bagaimana batik sudah seperti fashion yang berkelas. Tidak perlu pembuatan merk yang dimiliki oleh suatu individu namun batik sudah menjadi ‘brand’ tersendiri milik Indonesia. Dari keragaman adat dan budaya juga muncul cita rasa makanan khas yang hanya ada di Indonesia. Rendang sudah diakui oleh kuliner internasional sebagai hidangan terenak. Kalau kita teliti dari bahan pembentuknya rendang, jelas saja menjadi makanan terenak. Segala macam bumbu-bumbu ada di bahan dasar pembuatan rendang dan beberapa dari bahan-bahan tersebut tidak ada di luar Indonesia.

Perekonomian Indonesia pun sebenarnya sangat ‘hijau’ jika dibandingkan negara-negara lain. Meski tergolong negara berkembang, potensi ekonomi Indonesia sangat besar. Beberapa kali ketika global dilanda krisis, Indonesia termasuk yang seperti tidak bergeming karena basis pertanian, perkebunan, kehutanan, dan perikanan yang kuat. Sektor yang secara luas disebut sebagai pertanian tersebut merupakan sektor primer bagi kehidupan manusia. Saat krisis dan mata uang melemah, penjualan pertanian biasanya meningkat karena kebutuhan manusia akan sektor pertanian. Sebagai contoh waktu krisis 1998, di Lampung yang masyarakatnya berkebun kopi, justru berpesta pora. Mereka mampu membeli segala kebutuhan yang selama ini tidak pernah mereka miliki, harta mereka berlimpah. Jika Indonesia memiliki kualitas infrastruktur dan industri yang sekelas negara maju, bisa dibanyangkan Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian no. 1 dan disegani di seluruh dunia. Bagaimana tidak, negara-negara maju yang saat ini ada, tidak memiliki resources selengkap Indonesia.

Sayangnya, masih banyak manusia di muka bumi yang belum menyadari ada negara bernama di Indonesia. Sudah banyak orang Indonesia yang berada di luar negeri melakukan survei kecil-kecilan tentang pendapat mereka terhadap Indonesia. Bahkan, jawabannya terkadang tidak tahu ada negara bernama Indonesia. Beberapa mengetahui Bali, namun tidak tahu negaranya adalah Indonesia. Memang Indonesia kalah pamor jika dibandingkan negara-negara yang ikonik di Eropa maupun Amerika atau bahkan Asia Timur. Ya, negara-negara tersebut dahulunya sering melakukan ekspansi ke seluruh Indonesia sehingga menjadi lebih terkenal dibanding Indonesia yang masyarakatnya ‘sudah nyaman’ dengan bumi nusantara.

Jelas saja Indonesia tidak melakukan ekspansi kemana-mana, wong semua kebutuhan hidup sudah bisa terpenuhi dari lingkungan sekitar. Kebutuhan pangan bisa dipenuhi dari keragaman flora dan fauna, kebutuhan sandang dan papan bisa dibuat dengan memanfaatkan hasil hutan. Ditambah lagi dengan kondisi geografis yang dilalui garis khatulistiwa sehingga jumlah musim pun tidak banyak, kalau tidak hujan ya kemarau. Udara pun terasa nyaman dengan kisaran suhu udara yang ideal untuk tubuh manusia. Berbeda dengan negara-negara yang berada di utara atau selatan bumi. Di suatu waktu mereka harus berjuang menahan suhu yang sangat dingin di bawah nol derajat, di waktu yang lain mereka akan merasa selalu kehausan karena kepanasan.
Untuk itulah pemerintah kita bersama Bank Indonesia, berjuang mati-matian untuk penyelenggaraan Rapat Tahunan IMF-Bank Dunia atau biasa disebut IMF-World Bank Annual Meetings di tahun 2018 ini. Pemerintah pasti sadar sentimen negatif masyarakat terhadap IMF masih ada, namun melalui kegiatan tersebut mereka berupaya menghapus sentimen tersebut. Hal ini dikarenakan pemerintah dan Bank Indonesia secara profesional berupaya secara optimal menjaga perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Bukan kesombongan karena bisa menyelenggarakan event kelas dunia di Indonesia. Tapi harapan akan dampak-dampak positif yang bisa diperoleh yang tidak hanya dari sisi pemerintah tapi justru lebih banyak memberi manfaat bagi masyarakat Indonesia sendiri.

Kita lihat saja bagaimana dulunya Jepang dan Republik Korea (dulunya Korea Selatan) menyiapkan piala dunia sepakbola tahun 2002 karena baru pertama kali diadakan di Asia. Infrastruktur olahraga berupa stadion kelas dunia mereka bangun disertai infrastruktur pendukung untuk kelancaran acara tersebut. Euforia yang luar biasa dirasakan masyarakat dan memanfaatkan momen tersebut untuk meraih penghasilan dengan menjajakan berbagai keunikan khas negaranya. Bahkan, piala dunia 2022 yang akan dilangsungkan di Qatar sudah mulai melakukan pembangunan. Qatar yang biasa-biasa saja dalam dunia sepakbola, nantinya akan memiliki infrastruktur pendukung sepakbola yang mumpuni sehingga diharapkan akan lebih berprestasi di masa yang akan datang.

Tentunya itu hanya piala dunia sepakbola yang negara pesertanya hanya berjumlah 32 negara. Bagaimana dengan IMF-World Bank Annual Meetings 2018 dengan 189 negara peserta? Dampaknya tentu akan lebih besar. Dengan ditunjuknya Bali menjadi daerah penyelenggara, pariwisata menjadi target utama sektor yang disentuh oleh para pendatang dari berbagai belahan dunia. Sebagai informasi tambahan, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang memiliki multiplier effects cukup besar. Di dalam sektor parwisata tersebut, dapat menyentuh ke sektor lainnya karena ketertarikan setiap individu manusia yang beragam. Setiap sektor perekonomian dapat menjadi obyek wisata yang menarik. Mulai dari peningkatan aktivitas transportasi dan akomodasi, kerajinan tangan yang menjadi cinderamata, hingga jasa menjadi tour guide. Contoh lainnya pemandangan lahan sawah di Ubud, Bali yang banyak disenangi wisatawan karena keasriannya. Padahal kan itu sebenarnya sumber ekonomi dari sektor pertanian.

Oleh karena itu, pemerintah bersama Bank Indonesia mengemas suatu program bernama Voyage to Indonesia dalam rangkaian kegiatan IMF-World Bank Annual Meetings 2018. Program tersebut menjadi ajang promosi besar-besaran Indonesia agar ‘hijau’nya Indonesia menjadi lebih dikenal masyarakat luas di seluruh dunia. Dalam program tersebut akan dikenalkan bagaimana keragaman di Indonesia, perkembangan sumber daya manusia, perkembangan ekonomi dan keuangan, indahnya alam di Indonesia, hingga potensi-potensi dari berbagai sektor di Indonesia. Sehingga nantinya masyarakat dunia tidak hanya mengenal Bali sebagai destinasi wisata namun juga mengenal destinasi wisata lainnya di seluruh wilayah Indonesia. Sehingga nantinya tidak hanya mengenal Jawa sebagai daerah destinasi investasi tapi kawasan lain memiliki potensi ekonomi yang belum tereksplor.

Kita semua berharap ketika Indonesia lebih dikenal oleh dunia luas, manfaatnya akan terasa seluruh elemen masyarakat. Kedatangan 15 ribu orang lebih pada acara IMF-World Bank Annual Meetings, tidak hanya berdampak pada jangka pendek. Setelah penyelenggaraan usai, 15 ribu orang tersebut, menjadi agen promosi Indonesia dari berbagai aspek. Seluruh manusia di belahan dunia manapun akan menjadikan Indonesia sebagai destinasi wajib yang harus dikunjungi minimal sekali seumur hidup. Karena mereka ingin juga merasakan ‘hijau’nya Indonesia sebagai tetangga mereka baik dari sisi alam, flora, fauna, adat, budaya, dan hal lainnya. Yang pengen berlibur, mereka dapat merekomendasikan tempat-tempat wisata yang sesuai karakter, apakah menyukai pantai, gunung, maupun budaya. Yang ingin berinvestasi, Indonesia memiliki kestabilan perekonomian yang baik disertai tingkat pengembalian yang lebih baik dibanding negara maju. Berinvestasi di Indonesia seperti membalikkan pandangan high risk-high return, dimana di Indonesia investor bisa memperoleh low risk-high return. Hal ini dikarenakan Indonesia masih memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan.

0 comments :

Post a Comment