It's Called Reducing Cost?

Leave a Comment
Pernah gak sih ngerasain, koq sekarang beli makanan jadi (contoh snack) udah harganya semakin tinggi ukuran atau kualitasnya biasanya makin buruk. Banyak yang berpikir, ah itu mah cuma masalah inflasi yang terus terjadi dari tahun ke tahun. Tapi gue melihat lebih dari itu. Jadi, sebenarnya hal tersebut tidak hanya terjadi di industri makanan tapi bisa dibilang di seluruh industri, anything.

Fenomena yang paling gue amati sebenarnya adalah pada industri otomotif dimana gue merasa dalam beberapa periode terakhir begitu masifnya produk otomotif baru keluar terutama di Indonesia. Kalau masyarakat pada umumnya mungkin melihat hal tersebut sebagai inovasi dari perusahaan otomotif untuk terus bertahan di market. Tapi kalau gue tidak. Gue melihat industri otomotif tidak hanya sekedar bertahan di market dalam menelurkan produk baru dan bertahan di market lebih kepada dampak yang ditimbulkan dari strategi produk baru itu.

Gue melihat fenomena ini terjadi justru pada korporasi yang menguasai pasar di Indonesia dengan tingkat volume penjualan yang tinggi dan lebih mengambil marjin keuntungan rendah. Yang gue perhatikan di sini adalah korporasi mengeluarkan produk baru untuk tetap menghasilkan keuntungan yang tinggi dimana biasanya target laba korporasi selalu meningkat tiap tahunnya. Padahal secara logika agak sulit keuntungan selalu meningkat di saat inflasi terus naik dan kewajiban korporasi dalam membayar utang. Nah, di sini lah gue melihat dengan produk baru keuntungan bisa tetap tumbuh bahkan semakin tinggi jika strateginya berhasil. Kalau dipikir-pikir lagi sih biaya research produk baru kan lumayan juga tapi gue merasa dampaknya jauh lebih menguntungkan buat korporasi dengan strategi ini.

Gue merasa justru produk-produk yang baru dikeluarkan memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan produk lamanya walaupun dengan fitur yang lebih. Coba aja tanya ke montir-montir bengkel non resmi. Produk baru itu lahir lebih diutamakan menghasilkan produk dengan cost yang lebih rendah dibandingkan produk sebelumnya. Namun, karena produk ini baru tentu korporasi bisa bargain untuk menaikkan harga (dengan kenaikan yang luar biasa) karena korporasi me-marketing-kan fitur-fitur baru di produk baru. Padahal, komponen lain yang sebenarnya mendominasi si produk itu sendiri diturunkan kualitasnya sehingga biaya penambahan fitur tidak akan sebanding dibandingkan penurunann biaya akibat komponen yang lebih murah. So, dengan cost yang lebih rendah dan harapan penjualan naik maka keuntungan akan lebih tinggi.

Jika diperhatikan lebih jauh, strategi tersebut sebenarnya terlihat di salah satu penguasa otomotif (pengen sebut merk tapi gak enak). Jadi, strategi ini menjadi bagian dari segmentasi sendiri. Contoh, pada tahun 2000 muncul produk A dimana saat itu belum muncul strategi ini. Produk A ini sangat laku di pasaran dan memiliki kualitas yang bagus. Namun, tahun 2010 produk A ini diupgrade sedemikian rupa dengan design baru dan fitur baru sehingga harganya menjadi lebih mahal. Dari sini gue menyimpulkan korporasi menaikkan segmen produk A. Di sisi lain, korporasi juga menelurkan produk B dengan harga seperti produk A yang dulu untuk mengisi segmen di bawah produk A. Bisa dilihat bahwa dengan strategi seperti ini korporasi tidak kehilangan volume penjualan karena meski produk A menurun akibat kenaikan harga, konsumen melirik produk B yang harganya lebih murah. Kalau melihat di sini korporasi udah bisa dapat dobel keuntungan, produk A dengan marjin meningkat karena cost lebih rendah ditambah produk B yang jelas kualitasnya di bawah dengan keuntungan yang banyak karena produknya laku seperti produk A di zaman dahulu.
Sekian. Kalau ada update akan disegerakan. (sekalian merapikan, kayaknya berantakan banget).

0 comments :

Post a Comment