Neagara-gara

Leave a Comment
Terkadang iri melihat bangsa lain maju. Punya masyarakat maju, mandiri, dan sejahtera. Sangat sedikit sekali masyarakat miskin di negara maju. Punya teknologi canggih yang update, seperti transportasi masal yang cepat atau penggunaan teknologi lain yang sudah duluan dibanding negara lain. Rasanya negara seperti itu gak perlu macem-macem buat menghasilkan duid, walau sekarang lagi pada krisis sih.

Bukannya nggak bangga ama bangsa sendiri, tapi rasanya kalo ngerasain banyaknya kekurangan negara sendiri ya sedih juga. Sempet mencari sendiri kenapa bangsa sendiri sampe ke tahap yang sekarang mulai dari buku sejarah ampe googling. Beberapa ketemu fakta yang memang panjang untuk diceritakan. Tapi toh fakta tersebut tidak ada yang bisa memastikan kebenerannya.Tapi yasudahlah ya. Sejarah mah cuma masa lalu, diambil hikmahnya aja buat masa depan lebih baik (ceileeeh).

Padahal ya, Indonesia negara tropis. Bisa dibilang buang biji buah sembarangan aja bisa numbuh puun (read: pohon). Belum lagi tambang minyak dan gas yang merupakan hadiah masa lampau karena daerah banyak kehidupan. Manusianya juga cerdas-cerdas. Orang Jerman aja pasti kenal Pak Habibie, jasanya buat Jerman tidak ternilai kali ya. Belum lagi yang dapet penghargaan di dunia internasional. Ada yang di bidang sains, perfilman, musik, ampe bulutangkis. Tapi tetep aja, bisa dibilang 70% masyarakat Indonesia harus hidup susah payah. Ibukotanya bernama Jakarta diliputi berbagai masalah, ya macet lah, banjir lah, kerusuhan, dll. Sistem transportasi tidak ada yang memiliki standar yang baik, sekalinya ada yang baik, masyarakat kebanyakan gak bisa nyicipin. Ekonomi terlihat jelas terpusat di pulau Jawa, pulau lain yang jauh lebih besar dan lebih banyak potensi terbengkalai. Malah asing yang banyak menguasai. Perkebunan di Sumatera banyak dikuasai asing. Hutan dan tambang di Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, sudah lama dikuasai asing.

Kalo gue disuruh milih, part bagian mana yang mau dibenerin, pasti gue milih pendidikan. Masalah laen, kemiskinan, infrastruktur, budaya, dll bisa dibelakangin lah. Dalam hal lain pun sebenernya mementingkan hal yang sama, yaitu kualitas sumber daya manusia. Seringkali dalam setiap diskusi, jika ingin mengembangkan perusahaan, mana bagian perusahaan yang dikembangkan terlebih dahulu. Kebanyakan akan menjawab pengembangan sumber daya manusia, lebih prioritas dibandingkan pengembangan produk, IT, ataupun promosi.

Melihat kondisi masyarakat secara umum (secara umum ye,,,karena gue gak mungkin meratiin atu-atu 250jt manusia, apalagi yang masih bayi), pendidikan kita bisa dibilang payah. Kalo dibilang menghasilkan manusia cerdas sih gue setuju banget. Udah banyak yang tau kalo pelajar-pelajar kita sering berjaya di olimpiade sains INTERNASIONAL. Tapi nyatanya tidak ada yang bisa berperan secara nyata terhadap bangsa sendiri. Inget donk gimana pak Habibie dibutuhin dan dirawat banget di Jerman. Inget gimana para juara olimpiade sains itu ditawarin beasiswa tanpa biaya sampai S3!!!

Gue juga gak terlalu ngerti sih, bagian mananya dari pendidikan kita yang harus dibenerin. Cukup banyak keliatannya. Mengingat kondisi masyarakat sudah tersegmentasi berdasarkan kesejahteraan maka faktor ini juga penting dalam pengaturan pendidikan.  Subsidi silang bener-bener harus jalan di sini, supaya yang kaya banget ituh bisa memeratakan dananya buat pendidikan. Toh mereka gak masalah bayar buat sekolah anak mahal-mahal.

Hal yang paling krusial ada di masalah kurikulum dan cara mendidik. Mau DPR studi banding ke planet di luar galaksi bima sakti juga gak bakal nemu yang pas selama DPR yang banding :p (piss ah). Tapi ya, gampangnya yang penting pendidikan kita jangan cuma mentingin otak kiri aja. Jangan kebanyakan ngelarang anak pake tangan kiri juga (agak mengubah budaya ya :p). Yang gue rasain selama mengenyam pendidikan sampai tingkat S1 ya gitu, kebanyakan otak kiri yang diasah. Pelajar dianggap super jika menguasai matematika. Karena beberapa pendapat, jika seseorang menguasai matematika maka akan mudah menguasai mata pelajaran lainnya. Tapi menurut gue gak gitu juga, kalo memang dikembangkan otak kanan maka seseorang gak perlu menguasai matematika koq. Kalo memang bukan bakatnya diitung-itungan ya kenapa harus dipaksain. Toh pekerjaan banyak banget yang di luar matematika. Yang penting kan esensi (ceileh) dari pelajaran itu melekat dan dapat diterima dengan baik. Harusnya tidak ada paksaan yang sangat memaksa dalam belajar. Biarkan seseorang memilih apa yang disukai.

Guru harus menuntun dengan sempurna kemana langkah para muridnya. Jangan, "membuang sampah sembarangan" cuma jadi jawaban yang harus dipilih pada saat ujian PPKN atau Pendidikan Moral, tapi sudah jadi perilaku sehari-hari. Atau "mementingkan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan" menjadi jawaban yang klise untuk setiap jawaban pilihan ganda, tapi para "guru" yang menduduki jabatan berpengaruh di negeri ini benar-benar mementingkan kepentingan pribadinya.

0 comments :

Post a Comment